oleh Devy Permadi (diambil dari TK GITA NITI Newsletter)
Saya selaku orang tua dari dua orang putri yang perbedaan umur keduanya terpaut lumayan jauh yaitu 4 tahun, akhir-akhir ini merasa secara tidak langsung telah ditegur oleh anak-anak saya dengan celetoh-celetohannya mengenai apa yang sudah didapat dan dipelajari di rumah dan di sekolah masing-masing.
Ada saat-saat dimana kita sebagai orang tua atau pendidik lupa akan apa-apa saja yang sudah kita perkenalkan dan ajarkan kepada anak-anak kita.
Salah satu contoh adalah kebiasaan berdialog akrab dengan panggilan “loe” dan “gue”, di antara kami sebagai orang tua atau mengeluarkan ungkapan-ungkapan “gila kamu” atau “pakai otak dong” pada saat kami sedang mengalami semerawutnya lalu lintas di jakarta. Ketika hal tersebut tercetus dan dicerna anak-anak secara kritis, mereka langsung mempertanyakan kembali “wejangan-wejangan” kami tentang nilai kata tersebut dalam hubungan kekeluargaan kami. Hingga tercetuslah ungkapan “gila Kamu” dari anak saya kepada saya.
Ada suatu kejadian lain yang menimpa salah seorang anak saya. Kejadian ini terjadi di kelasnya pada saat Kepala sekolahnya (seorang Ibu) ingin memperkenalkan guru pengganti wali kelasnya. Anak-anak menganggap Ibu Kepala sekolah ini sangat pandai bergurau (alias lucu).
Pada saat berbicara di depan murid-murid kelas 3 (kebetulan anak saya duduk di kelas 3 SD), beliau melontarkan suatu pertanyaan, “Hewan apa saja yang dapat dijadikan hewan kurban (kami pemeluk agama Islam setiap tahun melakukan kurban )? Lalu anak saya menjawab “Ayam!”. Si ibu Kepala sekolah ini dengan bercanda menjawab “Bodoh kamu!” (sambil tertawa). Seisi kelaspun ikut tertawa, karena hal tersebut dianggap suatu guyonan.
Coba kita bersama-sama menelaah kembali. Apakah memang betul kata-kata tersebut sudah menjadi kata lumrah yang kita gunakan sehari-hari? Berapakalikah kata-kata diatas kita dengar dalam sehari, baik itu di jalanan saat kita sedang bermacet ria, di acara televise yang sedang kita tonton, di percakapan sehari-hari yang sering kita lakukan di antara teman-teman yang sangat akrab atau bahkan di bagian kolom karikatur atau komik bergambar dalam harian surat kabar.
Apakah kata-kata tersebut sekarang sudah tidak berarti atau bermakna seperti arti sesungguhnya? Atau kata itu sudah menjadi kata yang berfungsi sebagai bumbu untuk membuat suasana menjadi tidak kaku? Atau…….
Mudah-mudahan dengan satu pemikiran balik dari penggunaan kata-kata seperti “bodoh”, “gila kamu”, “nggak punya otak” dan lain-lain ini, kita selaku orang tua dan juga pendidik menjadi sangat lebih berhati-hati dengan apa yang kita perkenalkan dan ajarkan kepada anak-anak kita dan juga dalam praktek-praktek keseharian kita sendiri.
Saya juga selaku orang tua dan pendidik, sangat mengucapkan banyak terima kasih kepada Taman Bermain Gita Niti yang telah mengadakan KNOT dengan tema “Nilai-nilai kehidupan” yang bisa menjadi pengingat kembali bagi kita para orang tua dan pendidik serta membantu kita selaku orang tua dalam memberikan pengertian kepada anak-anak kita tentang nilai-nilai kehidupan.
Monday, March 24, 2008
Nilai-nilai Kehidupan yang Sering Terlupakan
Label:
Hypnoparenting,
Kid,
Parenting
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment